مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Maa laa ya-tim-mul-waa-ji-bu il-laa bi-hi fa-hu-wa waa-jib.
Sesuatu yang menjadi syarat bagi sebuah kewajiban, maka hukumnya juga menjadi wajib.
Maksudnya: sesuatu yang asalnya tidak wajib bisa menjadi wajib, apabila ia menjadi syarat terlaksananya suatu kewajiban.
Contoh:
1. Hukum Sahur
Melaksanakan puasa Ramadhan itu hukumnya wajib. Bila seseorang tidak mampu melaksanakan puasa tanpa sahur, maka dia wajib sahur. Meskipun hukum sahur itu sebenarnya adalah sunnah. Bukan wajib.
Jadi sesuatu yang tidak wajib: sahur. Bisa menjadi wajib. Demi mendukung terlaksananya suatu kewajiban: puasa Ramadhan.
2. Membuat undang-undang
Melaksanakan hukuman qishash itu hukumnya wajib. Karena sudah dinyatakan dalam al-Qur’an, bahwa hukum qishash itu hukumnya wajib.
Namun hukuman qishash itu tidak bisa dilaksanakan tanpa undang-undang. Oleh karena itu, membuat undang-undang yang sesuai syariat adalah wajib. Meskipun tidak ada ayat maupun hadits yang menyatakan bahwa membuat undang-undang itu hukumnya wajib.
Jadi sesuatu yang tidak wajib: membuat undang-undang qishash. Bisa menjadi wajib. Demi mendukung terlaksananya suatu kewajiban: hukuman qishash.
3. Alat belajar
Belajar itu wajib, tetapi belajar tidak bisa dilaksanakan tanpa alat belajar. Seperti: buku, pulpen, pensil, penghapus dan penggaris. Oleh karena itu, memenuhi keperluan alat belajar adalah wajib.
Beli alat tulis: hukumnya tidak wajib. Namun belajar tidak bisa dilaksanakan tanpa alat tulis. Maka beli alat tulis hukumnya adalah wajib. Sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban.
***
Catatan:
Selanjutnya berikut ini beberapa catatan mengenai kaidah fiqih di atas:
1. Lima Hukum Pokok
Berikut sedikit keterangan mengenai beberapa istilah pokok dalam hukum:
Wajib artinya harus dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, maka berdosa.
Sunnah artinya dianjurkan untuk dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, tidak berdosa.
Mubah artinya boleh pilih. Terserah kepada kita.
Makruh artinya dianjurkan untuk ditinggalkan. Bila dilaksanakan, tidak berdosa.
Haram artinya harus ditinggalkan. Bila dilaksanakan, maka berdosa.
2. Menggunakan Sarana Yang Halal
Untuk melaksanakan kewajiban itu harus digunakan cara dan sarana yang halal. Tidak boleh menggunakan cara dan sarana yang haram.
Dengan demikian, tujuan tidak bisa menghalalkan segala cara. Semulia apapun sebuah tujuan, yang haram tetaplah haram.
3. Kaitan dengan Kaidah Lain
Kaidah fiqih ini ada kaitannya dengan kaidah lain, yaitu:
لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ
Lil-wa-saa-i-li huk-mul-ma-qaa-shid.
Hukum sarana adalah sama dengan hukum tujuan.
***
Penutup
Demikian beberapa catatan dan keterangan mengenai kaidah fiqih ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.
Allahu a’lam bis-shawab.
___________________
Sumber bacaan:
Artikel:
4 pemikiran pada “Qawa’id Fiqhiyah 14: Yang Tidak Wajib Bisa Menjadi Wajib Jika”
Terimakasih, bermanfaat
Amin, terima kasih sudah mampir, barakallahu fikum…
Syukran wa jazakallahu khairan Ustadz atas ilmunya.
Wa iyyakum. Terima kasih banyak atas supportnya, Ustadz Arjuna.