الْاِتِّبَاعُ
AL-ITTIBAA’
Istilah ini termasuk salah satu kata kunci dalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Bahkan dalam aliran keislaman tertentu, istilah ini menjadi brand yang sangat menarik dan agak kontroversial. Karena punya potensi untuk meninggikan kelompok sendiri dan merendahkan kelompok yang lain.
Pada kesempatan kali ini marilah kita review pemahaman kepada istilah ittiba’ ini. Boleh jadi ada beberapa bagian dari istilah ini yang belum kita pahami dengan baik. Semoga Allah limpahkan kemudahan, amin.
Baca Juga:
TAQLID: Pengertian, Contoh dan Penjelasan Hukumnya
***
A. Pengertian ITTIBA’ Secara Bahasa
Ittibba’ merupakan mashdar dari kata: ittaba’a-yattabi’u-ittiba’an.
Secara bahasa, ittiba’ memiliki tiga makna:
- mengejar ketertinggalan
- membuat seseorang mengikuti orang lain
- mengikuti, napak tilas.
1. Mengejar ketertinggalan
Makna ittiba’ secara bahasa, yang pertama adalah: mengejar ketertinggalan.
الإدراك و اللحوق
“Ittiba’ yaitu: mengejar ketertinggalan.”
Misalnya digunakan dalam kalimat berikut ini:
اتبعتُ القوم إذا كانوا قد سبقوك فلحقتهم
“Aku ber-ittiba’ kepada mereka. Maknanya: mereka telah mendahuluimu, sehingga engkau perlu mengejar mereka.”
**
2. Menjadikan seseorang mengikuti orang lain
Makna ittiba’ yang kedua adalah: menjadikan seseorang mengikuti orang lain.
جعل الشيء تابعاً لغيره
“Ittiba’ artinya: menjadikan sesuatu mengikuti yang lain.”
Hal ini bisa kita pahami dalam kalimat berikut:
اتبعتُ زيداً عمر أي جعلتُه تابعاً له
“Aku menjadikan Zaid sebagai pengikut bagi ‘Umar.”
**
3. Mengikuti seseorang
Makna ittiba’ yang ketiga adalah: mengikuti seseorang.
Dalam Kitab Tajul ‘Arus disebutkan:
مَشَى خَلْفَهُ أَوْ مَرَّ به فمَضَى مَعَهُ
“Ittiba’ artinya: berjalan di belakangnya, berjalan bersamanya, dan berlalu bersamanya.”
سارَ في إِثْرِهِ
“Ittiba’ artinya: mengikuti langkah-langkahnya.”
Baca Juga:
Ijtihad: Pengertian Secara Bahasa dan Istilah
***
B. Pengertian ITTIBA’ Secara Istilah
Sesungguhnyalah. Para ahli fiqih maupun ahli ushul fiqih tidak memiliki definisi yang baku mengenai istilah ittiba’ ini. Namun biasanya mereka menggunakan istilah ittiba’ ini dengan makna yang mendekati makna ittiba’ secara bahasa.
1. Imam Ahmad
Imam Ahmad bin Hambal memberikan definisi ittiba’ ini sebagai berikut:
هو أن يتَّبع الرجل ما جاء عن النبي صلى الله عليه وسلم وعن أصحابه، ثم هو من بعدُ في التابعين مخيَّر
“Ittiba’ yaitu: bila seseorang mengikuti apa-apa yang berasal dari Nabi Muhammad Saw. dan para shahabat. Namun setelah generasi shahabat, yaitu generasi tabi’in, maka dia boleh memilih.”
2. Imam Ibnu ‘Abdil-Barr
Imam Ibnu ‘Abdil-Barr menjelaskan makna ittiba’ sebagai berikut:
الاتباع ما ثبت عليه الحجة، وهو اتباع كلِّ من أوجب عليك الدليلُ اتباعَ قوله، فالرسول صلى الله عليه وسلم هو المثل الأعلى في اتباع ما أمر به
“Ittiba’ yaitu: mengikuti hujjah (dalil) yang kuat. Dengan cara mengikuti dalil yang wajib untuk kita ikuti. Dalam hal ini, maka Rasulullah Saw. merupakan teladan terbaik untuk diikuti setiap apa yang beliau perintahkan.”
Pada kesempatan yang lain, Ibnu ‘Abdil-Barr memberikan penjelasan:
الاتباع هو الرجوع إلى قول ما ثبت عليه حجة
“Ittiba’ yaitu: mengikut pendapat yang berdasarkan pada dalil.”
3. Definisi Ittiba’ Yang Lain
Berikut ini beberapa definisi lain yang dirumuskan oleh para ulama mengenai itiiba’:
الأَخْذُ بِقَوْلِ القائِلِ بِدَلِيلِهِ، أو الرُّجُوعُ إلى قَوْلٍ ثَبَتَتْ عليه حُجَّةٌ
“Ittiba’ yaitu: menerima suatu pendapat berdasarkan dalil, atau kembali kepada pendapat yang memiliki dalil.”
Atau:
الأَخْذُ بِالحَقِّ، سَواءً كان عن اللهِ تعالى أو عن رَسولِهِ صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ مِن أَوامِرَ ونَواهِي وعَقائِدَ، والعَمَلُ بِما جاء عن الصَّحابَةِ رضِيَ اللهُ عنْهُم ومَن جاءَ بَعْدَهُم مِن أَهْلِ العِلْمِ، والأَخْذُ بفَهْمِهِمْ وفِقْهِهِم لِلنُّصوصِ
“Ittiba’ yaitu: menerima kebenaran. Baik dari Allah Swt., maupun dari Rasulullah Saw. Berupa perintah, larangan, maupun aqidah. Serta mengamalkan semua yang berasal dari para shahabat maupun para ulama sesudah mereka. Dan menerima pemahaman dan fiqih mereka berdasarkan nash (al-Qur’an dan hadits).
Baca Juga:
Download Kitab Gratis Sepuasnya di Waqfeya.Com
**
Catatan Penting:
Rangkuman Diskusi Para Ulama Mengenai ITTIBA’
Ada sebagian ulama yang berpendapat, bahwa ittiba’ ini merupakan pertengahan antara taqlid dan ijtihad. Karena ada orang yang tidak memenuhi kriteria sebagai mujtahid. Namun kalau dimasukkan ke dalam golongan muqallid yang sama sekali tidak paham dalil juga tidak pas.
Atas dasar itulah sebagian ulama ini menggunakan istilah ittiba’ sebagai jalan tengah bagi orang-orang seperti itu. Yaitu antara taqlid dan ijtihad. Bukan muqallid namun juga bukan mujtahjid.
Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa istilah ittiba’ ini maknanya adalah mengikuti dalil. Bukan mengikuti orang. Siapapun adanya. Meskipun seorang mujtahid. Dia harus ittiba’ kepada dalil. Apalagi orang yang bukan mujtahid.
Atas dasar itu, sebagian ulama ini memilah kemampuan orang yang tidak memenuhi kriteria sebagai mujtahid yang ideal.
Bila orang itu sama sekali tidak paham dalalah suatu dalil, maka dia dikategorikan sebagai muqallid. Dia wajib bertaqlid.
Bila orang itu memang memahami dalalah suatu dalil, namun tidak bisa mentarjih, maka dia wajib mengikuti pendapat ulama yang dia percaya dan mantap hatinya untuk dia ikuti. Dan dia tetap dikategorikan sebagai muqallid dalam hal menentukan dalil. Namun dia dikategorikan sebagai mujtahid dalam hal memahami dalil. Yaitu mujtahid dalam suatu pendapat.
Dan bila orang itu memiliki kemampuan untuk mentarjih, maka sesungguhnya dia termasuk mujtahid. Bahkan tingkatan ini termasuk mujtahid yang cukup tinggi.
Baca Juga:
Madzhab: Pengertian, Macam-macam, Hukum dan Hikmahnya
***
C. Contoh ITTIBA’
Berikut ini beberapa contoh ittiba’:
1. Ittiba’ dalam melaksanakan shalat
Shalat merupakan salah satu rukun shalat yang kita laksanakan setiap hari. Bahkan minimal lima kali sehari.
Karena demikian dekatnya ibadah ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Alangkah baiknya apabila kita meluangkan waktu untuk belajar dalil-dalil tentang tata cara shalat. Mulai takbiratul ihram hingga salam.
Dengan mengetahui dalil-dalil tentang tata cara salat, maka kita pun semakin yakin akan ketepatan tata cara shalat yang telah lakukan.
Bila ternyata masih ada kekurangan atau bahkan kesalahan. Maka masih ada waktu dan kesempatan bagi kita untuk melaksanakan shalat dengan lebih baik dan benar.
2. Ittiba’ dalam berwudhu
Sama dengan shalat. Praktik berwudhu juga merupakan salah satu ibadah harian yang sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Akan sangat baik apabila kita mampu meluangkan sebagian waktu, tenaga dan perhatian untuk mengecek. Apakah wudhu kita sudah sesuai dengan tata cara berwudhu yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Tujuan kita mengecek tata cara berwudhunya Rasulullah Saw. Bukan berarti kita meragukan keilmuan bapak dan ibu guru agama. Namun sebagai salah satu bukti cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. Kita ingin tahu secara langsung, bagaimana tata cara ibadah yang beliau pernah lakukan. Khususnya dalam hal ini adalah tata cara berwudhu.
3. Ittiba’ dalam ibadah haji
Haji merupakan salah satu rukun Islam. Lain dengan shalat yang kita lakukan setiap hari. Justru haji ini merupakan ibadah yang paling jarang kita lakukan. Di mana untuk melaksanakan ibadah haji ini kita memerlukan biaya yang sangat besar.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya. Bila ada waktu, tenaga dan kesempatan. Kita luangkan waktu secara khusus untuk mengecek dalil-dalil yang berkaitan dengan tata cara ibadah haji.
Dengan harapan. Kita lebih dapat menghayati setiap rukun haji yang kita lakukan.
Baca Juga:
Syarat – Rukun – Sebab : Pengertian, Contoh dan Macam-macam
***
D. Hukum ITTIBA’
Tidak semua orang memiliki waktu dan kesempatan untuk belajar dengan baik. Oleh karena itu, hukum ittiba’ itu tidaklah sama antara satu orang dengan yang lain. Hal ini kurang lebih adalah sama dengan hukum taqlid dan ijtihad.
Bila kita termasuk kalangan terpelajar. Dan orang yang membaca artikel ini tentulah termasuk kalangan terpelajar. Minimal hukumnya adalah sunnah. Sangat dianjurkan untuk melaksanakan ittiba’ ini.
Memang tidak mudah. Diperlukan keseriusan. Upaya yang sungguh-sungguh. Untuk mengecek satu persatu amalan ibadah yang kita lakukan.
Inilah nanti yang membedakan antara ibadahnya orang yang terima jadi dari pemahaman orang lain, tanpa mengecek dalil-dalilnya. Dengan orang yang ibadahnya itu berdasarkan ilmu, yang dilakukan dengan segala susah payah. Pastilah tidak akan sama.
Adapun bagi orang yang memang tidak memiliki kesempatan sama sekali. Biasanya dari kalangan yang memang tidak terpelajar. Janganlah kita merendahkan mereka. Boleh jadi ada beberapa di antara mereka yang justru ibadahnya lebih serius daripada kebanyakan orang yang berilmu.
Inilah makna tawadhuk. Kita berusaha untuk lebih baik dan lebih baik lagi. Namun jangan sampai kita merendahkan orang yang ada di bawah kita.
Baca Juga:
Dalil Qath’i dan Zhanni: Pengertian, Contoh, Macam-macam
***
Penutup
Inilah beberapa pembahasan mengenai ittiba’ yang bisa kami sampaikan. Bila ada bagian yang kurang jelas, maka kami persilakan untuk dituliskan pada kolom komentar.
Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.
Allahu a’lam.
___________________________________
Bacaan Utama
Kitab al-Wajiz fi Ushulil-Fiqh. Dr. Abdul Karim Zaidan.
Kitab al-Wajiz fi Ushulil-Fiqh al-Islami. Syeikh Muhammad Musthafa az-Zuhaili.
Kitab as-Syarh al-Kabir li Mukhtashar al-Ushul. Syeikh Abu al-Mundzir al-Minyawi.
Tinggalkan Balasan