Pertanyaan:
Sebagaimana kita saksikan. Banyak suami memanggil istrinya dengan sebutan Adik, Ummi atau Mama. Sebaliknya, banyak pula istri memanggil suaminya dengan sebutan Mas, Abi, Abah dan Papa.
Apakah panggilan Adinda, Mama, Ummi ini diperbolehkan secara hukum? Apakah hal ini termasuk zhihar?
***
Jawaban:
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang perlu kita pahami dengan baik. Di antaranya:
Masalah ijtihadiyah
1. Tidak ada satu pun ayat maupun hadits yang membahas masalah ini. Karena tidak ada ayat maupun hadits yang membahas masalah ini, maka hal ini termasuk masalah ijtihad.
2. Karena termasuk masalah ijtihad, hendaknya kita berlapang dada. Apabila ternyata ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Kita tidak boleh saling menyalahkan. Justru hendaknya kita menggunakan keadaan ini sebagai kesempatan untuk belajar.
3. Ada yang berpendapat, bahwa panggilan ini termasuk perbuatan makruh. Dengan dalil sebuah hadits:
عَنْ أَبِى تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِىِّ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لاِمْرَأَتِهِ يَا أُخَيَّةُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أُخْتُكَ هِىَ ». فَكَرِهَ ذَلِكَ وَنَهَى عَنْهُ
Dari Abu Tamimah al-Hujaimi, bahwa ada seorang laki-laki memanggil istrinya dengan sebutan, “Wahai adikku.” Rasulullah Saw. menegurnya, “Apakah dia adikmu?” Rasulullah Saw. merasa tidak suka, dan beliau pun melarangnya. (HR. Abu Dawud.)
4. Hadits di atas termasuk hadits dha’if. Demikian disampaikan oleh Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
Baca juga:
ZHIHAR: Pengertian, Hukum, Kafarah dan Hikmahnya
Teks hadits dan syarahnya
5. Bagi yang ingin memperoleh teks lengkap bersama sanadnya dari Sunan Abu Dawud, saya kutipkan sebagai berikut:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ وَخَالِدٌ الطَّحَّانُ – الْمَعْنَى – كُلُّهُمْ عَنْ خَالِدٍ عَنْ أَبِى تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِىِّ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لاِمْرَأَتِهِ يَا أُخَيَّةُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أُخْتُكَ هِىَ ». فَكَرِهَ ذَلِكَ وَنَهَى عَنْهُ.
6. Bagi para pembaca yang ingin memperoleh teks asli dari Kitab ‘Aunul Ma’bud juga saya kutipkan sebagai berikut:
(بَاب فِي الرَّجُلِ يَقُولُ لِامْرَأَتِهِ يَا أُخْتِي)
(عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ) هُوَ طَرِيفُ بْنُ مُجَالِدٍ (الهجيمي) بضم الهاء وفتح الجيم (ياأخية) تَصْغِيرُ أُخْتٍ (فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) أَيْ عَلَى الْإِنْكَارِ (فَكَرِهَ ذَلِكَ) أي قوله لامرأته ياأخية (وَنَهَى عَنْهُ) قَالَ الْخَطَّابِيُّ فِي الْمَعَالِمِ إِنَّمَا كَرِهَ ذَلِكَ مِنْ أَجْلِ أَنَّهُ مَظَنَّةٌ لِلتَّحْرِيمِ وَذَلِكَ أَنَّ مَنْ قَالَ لِامْرَأَتِهِ أَنْتِ كَأُخْتِي وَأَرَادَ بِهِ الظِّهَارَ كَانَ مُظَاهِرًا كَمَا يَقُولُ أَنْتِ كَأُمِّي وَكَذَلِكَ هَذَا فِي كُلِّ امْرَأَةٍ مِنْ ذَوَاتِ الْمَحَارِمِ
وَعَامَّةُ أَهْلِ الْعِلْمِ وَأَكْثَرُهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى هَذَا إِلَّا أَنْ يَنْوِيَ بِهَذَا الْكَلَامِ الْكَرَامَةَ فَلَا يَلْزَمُهُ الظِّهَارُ وَإِنَّمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ فَقَالَ كَثِيرٌ مِنْهُمْ لَا يَلْزَمُهُ شَيْءٌ
وَقَالَ أَبُو يُوسُفَ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ فَهُوَ تَحْرِيمٌ
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ هُوَ ظِهَارٌ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ فَكَرِهَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا الْقَوْلَ لِئَلَّا يَلْحَقَهُ بِذَلِكَ ضَرَرٌ فِي أَهْلٍ أَوْ يَلْزَمَهُ كَفَّارَةٌ فِي مَالٍ انْتَهَى
قَالَ الْمُنْذِرِيُّ هَذَا مُرْسَلٌ
(سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لِامْرَأَتِهِ ياأخية فنهاه) قال بن بَطَّالٍ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ يَصِيرُ بِذَلِكَ مُظَاهِرًا إِذَا قَصَدَ ذَلِكَ فَأَرْشَدَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى اجْتِنَابِ اللَّفْظِ الْمُشْكِلِ كَذَا فِي الْفَتْحِ (قَالَ أَبُو دَاوُدَ وَرَوَاهُ) أَيْ حَدِيثَ أَبِي تَمِيمَةَ (عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ عَنْ خَالِدٍ) هُوَ الْحَذَّاءُ (عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ) فَزَادَ عَبْدُ الْعَزِيزِ بَيْنَ خَالِدٍ وَأَبِي تَمِيمَةَ أَبَا عُثْمَانَ وَرَوَاهُ مُرْسَلًا وَرَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ خَالِدٍ هُوَ الْحَذَّاءُ (عَنْ رَجُلٍ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ) فَزَادَ شُعْبَةُ بَيْنَهُمَا رَجُلًا وَرَوَاهُ مُرْسَلًا وَأَمَّا خَالِدٌ الطَّحَّانُ فِي الطَّرِيقَةِ الْأُولَى فَلَمْ يَذْكُرْ بَيْنَهُمَا وَاسِطَةٌ وَكَذَا عَبْدُ السَّلَامِ فِي الطَّرِيقَةِ الثَّانِيَةِ إِلَّا أَنَّ الطَّحَّانَ رَوَاهُ مُرْسَلًا وَعَبْدَ السَّلَامِ رَوَاهُ مُتَّصِلًا فَوَقَعَ الِاخْتِلَافُ الْمُوجِبُ لاضطراب الحديث
Ringkasan makna
7. Ringkasan dari teks di atas adalah:
a. Panggilan ini hukumnya makruh. Supaya terhindar dari perbuatan yang haram. Inilah yang dalam Ushul Fiqih disebut sebagai Saddudz Dzari’ah.
b. Yang haram itu kalau seseorang memanggil istrinya dengan sebutan Adik atau Ibu dengan disertai niat zhihar. Yaitu menyamakan hukum istri sama dengan adik, ibu ataupun mahram yang lain. Dengan niat zhihar.
c. Bila niat panggilan itu adalah untuk memuliakan, maka para ahli fiqih sepakat bahwa panggilan ini tidak ada masalah. Boleh.
d. Bila tidak ada niat untuk memuliakan, maka para ahli fiqih berbeda pendapat. Mayoritas berpendapat, tidak ada masalah. Abu Yusuf berpendapat, hukumnya adalah haram. Muhammad bin Hasan berpendapat, sama dengan zhihar.
e. Hadits di atas termasuk hadits dha’if. Al-Mundziri menyebutnya sebagai hadits mursal. Selain mursal, hadits ini juga termasuk hadits yang memiliki sanad yang mudhtharib. Sanadnya saling bertentangan, antara muttashil dan mursal.
Kesimpulan
8. Panggilan Adik, Mama, atau Ummi dalam kebiasaan orang sekarang adalah untuk penghormatan. Atau setidaknya panggilan sayang. Bukan zhihar, talak atau yang semisalnya. Maka hukumnya sangat jelas, yaitu: Tidak ada masalah. Boleh. Alias halal atau mubah.
Demikian urun rembug dalam masalah ini. Semoga ada manfaatnya.
Allahu a’lam bish-shawab.
___________________________
Sumber bacaan:
Artikel Hukmu Munadir Rajuli Zaujatahu bi Ya Ukhti. islamweb.net
ZHIHAR: Pengertian, Hukum, Kafarah dan Hikmahnya
[…] Hukum Memanggil Istri dengan Sebutan Adik atau Mama […]