Sungguh berbagialah kita menjadi umat Nabi Muhammad Saw. Kita adalah umat yang datang belakangan, namun menjadi umat kesayangan. Ibaratnya sama dengan seorang anak ragil atau bungsu. Yang menjadi kesayangan dan curahan kasih orangtuanya.
Sebagai umat yang datang terakhir, kita memperoleh syariat yang paling sempurna dibandingkan umat-umat sebelumnya. Hal ini bisa kita buktikan dengan banyaknya hadits yang secara langsung memberikan petunjuk tentang hukum. Baik itu hukum perdata, maupun hukum pidana.
Demikian lengkapnya syariat Islam itu, sehingga dasar-dasar hukum pidana dalam Islam itu sudah sempurna adanya sebelum ditulis dan dibukukan oleh para ulama besar.
Salah satu hadits yang menjadi dasar hukum pidana itu berkaitan dengan solusi perselisihan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini. Maka marilah kita perhatikan sejenak hadits berikut ini dengan seksama. Semoga Allah Swt. membukakan pintu ilmu dan hikmah-Nya bagi kita semua.
Baca Juga:
Hadits Arbain Nawawi 32: Larangan Mencelakakan Diri Sendiri dan Orang Lain
***
A. Teks Hadits Arbain Nawawi (33)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
:أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ ، لاَدَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ
لَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنَ عَلَى مَنْ أَنْكَر
(حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا، وبعضه في الصحيحين)
Baca Juga:
Hadits Arbain Nawawi 34: Tahapan Wajibnya Merubah Kemungkaran
***
B. Terjemah Hadits Arbain Nawawi (33)
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Seandainya setiap pengaduan diterima, niscaya akan banyak orang mengakui harta orang lain sebagai miliknya, bahkan menumpahkan darah orang lain.
“Oleh karena itu, mendatangkan saksi menjadi kewajiban bagi pihak penuduh, dan bersumpah menjadi kewajiban bagi pihak tertuduh.”
(HR. Baihaqi dan lainnya, dengan derajat Hasan. Dan sebagian dari hadits di atas terdapat dalam Shahihain, Bukhari-Muslim.)
Baca Juga:
Hadits Arbain Nawawi 35: Sesama Muslim Adalah Bersaudara
***
C. Penjelasan Hadits Arbain Nawawi (33)
Selanjutnya berikut ini kami sampaikan beberapa catatan dan keterangan yang berkaitan dengan hadits di atas:
1. Saksi dalam Perkara
Para ulama sepakat, bahwa makna bayyinah dalam hadits di atas adalah saksi, bukan bukti. Berikut ini jumlah saksi yang diperlukan dalam berbagai kasus:
a. kasus perzinahan: empat orang saksi laki-laki.
b. Kasus pembunuhan, pencurian, minum khamer dan qadzaf: 2 orang saksi laki-laki.
c. Kasus perdata yang berkaitan dengan keuangan (jual-beli, hutang-piutang, sewa-menyewa, dan lain-lain): dua orang laki-laki, atau satu laki-laki bersama satu perempuan.
d. Kasus perdata yang biasanya hanya melibatkan perempuan (melahirkan, keperawanan, penyusuan, dan lain-lain): tidak harus laki-laki, cukup perempuan. Bahkan menurut Mazhab Hanafi cukup satu perempuan.
Baca Juga:
Hadits Arbain Nawawi 36: Meringankan Penderitaan Orang Lain
**
2. Mendatangkan Saksi adalah Kewajiban Pihak Penuduh
Hal pertama yang harus dikemukakan oleh pihak penuduh adalah mengemukakan bukti dan argumen. Bila sudah cukup, maka hakim meminta persetujuan pihak tertuduh.
Bila pihak tertuduh mengakui bukti dan argumen yang dikemukakan pihak penuduh, maka hakim akan memenangkan pihak penuduh. Karena pengakuan pihak tertuduh sudah cukup untuk memutuskan perkara tersebut.
Apabila pihak tertuduh menolak bukti dan argumen tersebut, maka hakim meminta pihak penuduh untuk mendatangkan saksi yang diperlukan. Bila pihak penuduh berhasil mendatangkan saksi dimaksud, maka hakim tidak lagi memperhatikan perkataan maupun sumpah pihak tertuduh.
Baca Juga:
Hadits Arbain Nawawi 37: Amalan Baik Selalu Dilipatgandakan Pahalanya
**
3. Pihak Tertuduh Cukup Melakukan Sumpah
Nah, apabila pihak tertuduh tidak mampu mendatangkan saksi yang diperlukan. Maka hakim akan meminta pihak tertuduh untuk bersumpah.
Bila pihak tertuduh sudah bersumpah, maka gugurlah tuduhan tersebut. Perkara pun selesai.
**
4. Menuduh Orang Lain Melakukan Perzinahan
Bila ada seseorang menuduh orang lain telah berbuat zina. Namun dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. Maka dia dikenai pidana qadzaf. Yaitu dicambuk 80 kali cambuk.
**
5. Bila Seorang Suami Menuduh Istrinya Telah Berzina
Khusus untuk seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. Namun dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. Maka dia bisa menghindarkan dirinya dari hukuman pidana qadzaf dengan cara melakukan li’an.
Li’an artinya melaknat. Teknisnya: suami bersumpah hingga empat kali bahwa dia jujur terhadap tuduhannya itu. Tidak berdusta. Lalu bersumpah sekali lagi, bahwa dia siap menerima laknat Allah bila berkata dusta.
Sebaliknya, si istri juga bersumpah sebanyak empat kali, bahwa suaminya itu berdusta. Lalu bersumpah sekali lagi, bahwa dia siap menerima laknat Allah bila suaminya berkata benar. Lalu keduanya berpisah, alias bercerai dan tidak bisa rujuk selama-lamanya.
Baca Juga:
Hadits Arbain Nawawi 38: Jangan Sampai Kita Menyakiti Wali Allah
***
Penutup
Demikianlah beberapa catatan dan keterangan yang bisa kami sampaikan.
Semoga dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Allahu a’lam.
_____________________
Bacaan Utama:
– Kitab Jami’ al-‘Ulum wal-Hikam. Imam Ibnu Rajab al-Hambali.
Untuk menyimak hadits arbain yang lain, silakan klik link berikut ini:
Kitab Arbain Nawawiyah: Super Tipis Namun Sungguh Dahsyat
[…] 33. Dasar Utama Hukum Pidana […]