Sudah sepuluh tahun yang lalu. Tapi saya masih mengingatnya dengan baik. Satu malam ada seorang anak balita, tetangga depan rumah menangis. Saya kira ada apa, mungkin dia minta mainan atau minta diajak jalan-jalan.
Minta diambilkan bulan
Luar biasa, ternyata dia minta diambilkan bulan! Kebetulan waktu itu bulan purnama indah sekali.
Tentu saja kedua orangtuanya tidak bisa berbuat apa-apa. Selain membujuk dan berusaha mengalihkan perhatiannya. Memangnya siapa yang bisa mengambilkan bulan, hehe…
Kata istri saya, anak itu habis mendengarkan kakaknya menyanyikan lagu “Ambilkan Bulan Bu” yang sangat terkenal itu. Lalu si adik ikut menyanyikan. Habis itu mulailah datang malam hari, dan pas datang bulan purnama.
Nah, mungkin di situlah muncul ide brilian anak yang belum genap nalarnya tersebut. Mumpung kelihatan, kenapa tidak diambil saja? Hehe…
Orang dewasa yang kekanakan
Yah, tanpa kita sadari, ternyata kita sebagai orang dewasa juga kadang masih menyimpan pola pikir yang kekanak-kanakan seperti itu.
Tidak salah kita memiliki cita-cita yang tinggi. Kalau kita bisa mengimbanginya dengan kerja keras dan sikap pantang menyerah.
Namun bila hanya berupa angan-angan yang terus dipelihara siang dan malam tanpa usaha yang memadai, malah bisa jadi racun bagi hati dan pikiran. Nau’dzu billah min dzalik.
Air mengalir itu selalu suci
Dalam agama Islam, air yang mengalir itu memiliki keistimewaan. Dia tetap dianggap sebagai air suci, meskipun sebenarnya tidak benar-benar suci. Seperti air sungai yang senantiasa mengalir.
Sedangkan air yang diam. Untuk dikatakan suci maka dia harus benar-benar suci. Kena najis sedikit saja, bila berubah bau, warna dan rasanya akibat najis itu, maka dia telah menjadi najis.
Oleh karena itu, alangkah baiknya bila kita bisa terus-menerus berbuat kebaikan. Yang selain menambah pahala, juga menghapus dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Adapun diam adalah pilihan terakhir ketika tidak ada kebaikan yang bisa kita lakukan sama sekali.
“Berkata-katalah yang baik, atau diamlah,” demikian pesan Nabi Muhammad Saw.
Orang dewasa harus punya kontribusi
Di sinilah bedanya orang dewasa dan anak-anak. Bahwa bagi anak-anak, susah sekali bagi mereka untuk membedakan antara kenyataan dan impian. Keduanya bercampur aduk. Namun dari situlah mereka mempunyai keyakinan yang kuat untuk mampu mencapai impian.
Orang yang sudah dewasa pada umumnya sudah bisa membedakan mana impian dan realita. Inilah yang membuat orang yang sudah cukup umur untuk terus bersikap terbuka. Ibaratnya dia adalah batu bata yang sudah selesai dicetak. Tidak ada lagi kesempatan baginya untuk merubah berbagai norma yang telah mapan dalam dirinya. Yang positif maupun yang negatif.
Allahu a’lam.
Tinggalkan Balasan